9 Cara Berbakti Kepada Orang Tua Setelah Meninggal Dunia. Anak merupakan dambaan hati, belahan jiwa, kebanggaan dan simpanan berharga bagi orang tua, tempat berteduh dan berkeluh kesah saat usia senja, tempat berbagi duka di kala nestapa, dan tempat bertumpunya harapan orang tua di masa yang akan datang. Dan hanya anak solehlah yang akan bisa mencurahkan pikiran, tenaga, harta dan waktu untuk merawat dan menjaga orangtua selagi hayat masih dikandung badan. Hanya anak sholehlah yang bisa memahami kedudukan dan kemuliaan merawat orang tua di masa senjanya.
Anak yang sholeh tidak akan melukai hati dan perasaan kedua orang tuanya. Tidak akan membuat sedih dan susah kedua orang tuanya yang telah berjasa membesarkan dan mendidiknya. Anak yang sholeh akan berusaha sekuat tenaga untuk memuliakan orang tua. Karena dia sadar bahwa kemuliaan dirinya tergantung kepada keridhaan orang tuanya. Dan dia juga sadar bahwa kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua. Sebagaimana dalam sebuah Hadist Rasulullah Saw, “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR. Bukhari).
Islam memberikan kesempatan anak untuk berbakti kepada kedua orang tua ketika keduanya masih hidup. Berbakti kepada kedua orang tua ketika masih hidup bisa dibaca pada tulisan berikut 8 Cara Berbakti Saat Orang Tua Masih Hidup. Berbakti kepada kedua orang tua tidak terhenti ketika keduanya masih hidup. Setelah meninggal duniapun, anak memiliki kewajiban berbakti kepadaorang tua. Adapun cara berbakti kepada kedua orang tua setelah meninggal antara lain:
Daftar Isi
1. Memandikan, Mengafani, dan Menjadi Imam Shalat Jenazahnya.
Hal ini perlu dilakukan oleh anak karena diharapkan anak akan lebih serius dan bersikap santun dalam mengurusinya dibandingkan orang lain yang tidak ada ikatan emosional. Sehingga akan lebih khusyuk saat mendoakannya. Rasulullah Saw bersabda, “Percepatlah mengurus jenazah karena bila dia baik maka demikian itu suatu kebaikan baginya yang kalian suguhkan kepadanya, dan bila tidak demikian maka keburukan yang kamu singkirkan dari tanggunganmu.” (HR. Bukhari)
Dalam merawat jenazah orang tua, anak harus mengikuti bimbingan Nabi. Karena bimbingan Nabi dalam pengurusan jenazah merupakan petunjuk paling sempurna yang berbeda dengan ajaran umat lain. Mengandung kebaikan dan perlakuan paling bermanfaat untuk orang tua di alam kubur dan akhiratnya, memberi yang terbaik untuk keluarga dan kerabatnya. Juga menegakkan peribadatan orang yang hidup kepada Allah berkaitan dengan penyelenggaraan jenazah.
2. Membayarkan Hutangnya
Hutang merupakan kewajiban yang harus dibayar dan sampai di akhirat tetap ditagih. Maka wajib bagi anak yang mampu untuk membayar hutang orang tua. Karena dengan membayar hutang orang tua yang meninggal, maka akan meringankan bebannya dan tidak sengsara di akhirat kelak. Jiwa seseorang tergadai oleh hutangnya hingga dibayar sebagaimana sabda Nabi, “Jiwa seorang mukmin tergadai oleh hutangnya hingga terbayar” (HR. Ahmad).
Baca juga: 10 Kepribadian Mulia Seorang Muslimah
Bahkan Rasulullah Saw tidak mau menshalatkan seorang yang meninggal dunia yang masih mempunyai hutang. Dan akhirnya beliau mau menshalatkan setelah hutang tersebut ditanggung pembayarannya oleh Abu Qatadah. Maka seorang anak tidak boleh sekali-kali meremehkan hutang orang tuanya setelah wafatnya. Dan bersegera melunasi tanggungan-tanggungan hutang orang tuanya yang telah meninggal.
3. Melaksanakan Wasiatnya
Disadur dari Republika Online, menurut pandangan Islam, wasiat tidak sekadar menyangkut masalah harta benda. Dalam makna luas, wasiat juga berkaitan dengan pesan-pesan moral kepada umat manusia. Di dalam Alquran, Allah SWT sendiri telah mengingatkan agar orang-orang beriman senantiasa berwasiat dalam kebajikan dan kesabaran (QS al-Ashar: 3). Dalam pengertian khusus, wasiat juga diartikan sebagai pesan yang disampaikan orang yang hendak meninggal dunia.
Wasiat orangtua termasuk amanah yang wajib ditunaikan. Maka anak wajib menjaga dan melaksanakan wasiat-wasiatnya. Dengan catatan wasiat itu tidak bertentangan dengan aturan agama maupun peraturan negara. Anak juga dilarang mengubah isi wasiat kedua orang tuanya. Dan siapa mengubah wasiat maka ia menanggung dosanya sebagaimana Firman Allah, “Maka Barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengar nya, Maka Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 181).
4. Memenuhi Nazarnya
Nazar sama dengan utang yang wajib ditunaikan. Sehingga nazar orang tua wajib dilaksanakan. Maka anak harus menjalankan nazar orangtua bila orangtua meninggal dunia. Apalagi nazar yang terkait dengan materi sedangkan orang tua memang tergolong mampu dan anakpun termasuk orang yang mampu untuk melaksanakan nazar tersebut. Karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan puasa, maka walinya harus menggantinya.” (HR. Bukhari)
Menurut sebagian ulama adalah puasa nazar bukan puasa wajib seperti yang dikuatkan Ibnu Abbas bersama shahabatnya dan Imam Ahmad bersama shahabatnya, bahkan demikian itu merupakan pendapat yang shahih. Hal ini berdasarkan hadist Saad bin Ubadah, bahwa ia meminta fatwa kepada Rasulullah dan berkata, “Ibuku telah wafat dan beliau punya hutang nazar?” Maka Rasulullah Saw menjawab, “Tunaikanlah nazarnya” (Muttafqun Alaih)
5. Membagi Harta Waris
Jika seorang Muslim meninggal dunia, maka langkah pertama yang harus dilakukan ahli waris adalah mengurus jenazah, menyelesaikan penguburan, melunasi hutang, dan menunaikan wasiatnya. Kemudian baru membagi warisannya. Sahabat Ali bin Thalib berkata, “Rasulullah memutuskan pembayaran hutang sebelum pelaksanaan wasiat.” (HR. At-Tirmidzi).
Segera membagi harta waris orang tua setelah meninggal termasuk amal sholeh yang berpahala. Membagikan harta warisan kepada yang berhak sesuai syariat Islam termasuk sikap yang terpuji. Seluruh perhitungan harta warisan harus dilaksanakan sesuai syariat Islam. Pembagian harta waris jangan ditunda-tunda, karena dikhawatirkan terjadi sengketa dan raibnya harta waris sebelum dibagikan. Sehingga dapat menimbulkan keinginan untuk berbuat tidak adil atau curang dalam pembagian harta waris.
6. Meneruskan Kebaikan Orang tua
Kalau orangtua memiliki kebiasaan yang mulia, seperti menjadi donatur masjid, penyantun anak yatim, dan sebagainya; jika tergolong mampu, anak hendaknya meneruskan kebaikan tersebut. Sehingga menjadi kebiasaan mulia berkelanjutan. Maka hendaklah orangtua selalu menanamkan kebaikan pada siapa saja. Sehingga Nabi mengingatkan: “Janganlah di antara kalian enggan memiliki anak, sebab bila seseorang meninggal dunia tidak punya anak terputuslah nama (kebaikan)nya.” (HR. Thabrani)
Semasa hidup, orang tua hendaknya selalu menunjukkan kesholehan kepada anaknya. Serta beramal sholeh di tengah masyarakat, agar anak-anaknya kelak menirunya. Karena kebaikan akan melahirkan kebaikan, sementara keburukan juga akan melahirkan keburukan berikutnya. Kebaikan yang orang tua perbuat di masa hidupnya, jangan sampai terputus akibat kematiannya. Maka anaklah yang harus melanjutkannya.
7. Merehabilitasi Nama Baik orang Tua
Anak wajib menjaga nama baik dan kehormatan orang tua. Jika orang tua semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang jahat, curang dan sering merugikan orang lain, maka anak hendaknya meminta maaf dan mengganti kerugian orang lain akibat tindakan orangtuanya. Jika kerugian yang ditimbulkan terkait dengan harta, semisal orang tua pernah merampas harta, menyerobot tanah dan sebagainya, maka anak wajib mengembalikan harta yang dirampas kepada yang pemiliknya.
Tetapi bila berupa kehormatan, sang anak harus memintakan maaf untuk orang tuanya kepada pihak yang pernah didzaliminya. Anak sholeh wajib mengingat dan mengabadikan kebaikan orang tuanya dengan cara menyebut kebaikan dan kemuliaan orang tuanya. Bukan untuk sombong, melainkan untuk motivasi dirinya dan orang lain agar meneladani orang tuanya.
8. Mendoakan, Beristighfar dan Beramal Sholeh
Anak sholeh harus senantiasa mendoakan dan beristighfar atas segala dosa dirinya dan kedua orang tuanya. Karena orang tua akan mendapatkan pahala atas doa dan istighfar yang dipanjatkan oleh anaknya. Sebagaimana sabda Nabi Saw. “Sesungguhnya seseorang yang meninggal dunia diangkat derajatnya di surga lalu ia berkata, “Wahai Tuhanku, dari manakah ini? Dia berkata kepadanya, Karena anakmu membaca istighfar untukmu” (HR. Bukhari)
Baca juga: 7 Langkah Menguatkan Jiwa dan Mental Anak
Bahkan semua amal sholeh baik umrah, haji, membangun masjid, waqaf, mendirikan pesantren dan membuat sarana umum yang bermanfaat akan secara otomatis pahalanya akann terus mengalir kepada orang tua yang telah meninggal dunia. Maka anak sholeh harus meneruskan amal sholeh yang telah diperbuat orang tuanya. Jangan sampai kemudian malah mengambil alihnya atau memperebutkannya untuk dirubah menjadi sarana keburukan.
9. Melanjutkan Silaturahim dengan Kerabat dan Teman-temannya
Anak harus meneruskan hubungan baik dengan kerabat dan teman-teman orangtuanya. Terutama mereka yang punya hubungan darah. Sehingga tidak akan memutus kekerabatan dan nasab di antara mereka. Sedangkan teman-teman adalah sahabat orang tuanya maupun anak keturunannya.
Ketika para sahabat sedang duduk dekat Rasulullah Saw. tiba-tiba datang seorang laki-laki dari suku Bani Salamah lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat?” Beliau bersabda, “Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, menunaikan janji keduanya setelah mereka tiada, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya.” (HR. Bukhari)
Demikianlah 9 cara berbakti kepada orang tua setelah keduanya meninggal dunia. Semoga Allah Swt menjadikan kita anak yang sholih dan sholihah. Anak yang mampu menjaga dan merawat kedua orang tua di masa senjanya dan terus berbakti ketika keduanya tiada. Teriring doa “Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, serta berbelas kasihlah kepada mereka berdua seperti mereka berbelas kasih kepada diriku di waktu aku kecil.” Aamiin. Semoga Bermanfaat. (Disarikan dari Buku Golden Ways Anak Sholeh, dengan tambahan sekadarnya).